Senin, 23 April 2012

Copy time !!


Well, lo gak salah baca dan gue gak salah nulis juga kok soal judul di atas hehe.. Maksud gue emang bener-bener "Copy time" dan bukan "Coffee time" haha.. Oke, singkat aja, kenapa gue kasih judul gitu, gue mengaku kalau gue baru aja posting tiga entri baru yang semuanya adalah hasil copy-paste haha.. Eh tapi jangan salah sangka dulu karena semuanya juga tulisan gue (hebat kan, copy-paste tulisan gue sendiri? Haha)..

Intinya, gue mulai ngerasa kalau situs sosial yang kita sebut-sebut "buku muka" itu mulai sepi, dan gue udah terlanjur punya banyak note-note berharga (LOL) di sana, jadi gue putuskan untuk meng-copy-paste sebagian tulisan-tulisan gue ke blog ini, Adhenoid Lifespot ini.. :D

Yak, selamat membaca tulisan-tulisan gue hasil copy-paste dari "buku muka" gue sendiri.. :D Maaf gue gak nulisin source tulisannya di masing-masing postingan, karena menurut gue gak penting dan gak dosa.. Ya kan? Self-plagiarism gak dosa kan? Hahaha..

Alright, see you my friends!! :D

Ocehan lugas nan sarkastik

Kadang hidup terasa gelap, saat itu kita menggugat hidup itu jahat.. Kadang hidup terasa terang, saat itu kita menganggap kita beruntung.. Loh, kok aneh? Kenapa saat hidup jadi terang kita gak menganggap hidup itu baik, alih-alih kita yang beruntung? Nada yang sama, kenapa saat hidup gelap kita gak menganggap bahwa kita yang lagi sial dan (mungkin) lagi dapet ujian, alih-alih kita menuding hidup lagi jahat sama kita?

Ada satu titik dimana kadang kita sebenernya gak pantes untuk jadi dewasa, atau belum pantes.. Kenapa begitu? Dimana titik itu? Apa penyebabnya?

Renungkan sedikit saja, saya tidak perlu memohon supaya anda ikut merenung kan? Gak mau ya gak usah.. Oke, coba inget masa kecil kita? Terlalu jauh? Merasa udah tua? Coba liat dan perhatiin dengan seksama anak kecil yang sama sekali belum dewasa.. Mereka menuntut dunia untuk mendengar mereka, memaksa semesta untuk menuruti apa mau mereka, mengancam alam dengan memecah tangis mereka sendiri seolah suara mereka adalah sangkakala yang siap meluluh lantakkan siapapun dan apapun kecuali dirinya jika inginnya tidak berkabul.. Semua yang menentang mereka adalah kaum jahat, semua yang memanja mereka adalah kaum yang beruntung.. Sudah ketemu kaitan tentang analogi anak kecil tadi sama sesuatu yang tadi saya sebut sebagai titik dimana kita gak pantes jadi dewasa? Belum? Ah, kurang jelas apa lagi saya mengoceh? Andai saya menulis ini dengan tinta di atas kertas, saya pasti akan memeras kertas saya, biar tintanya tumpah di atas wadah dan saya kembalikan ke dalam pena, karena saya tidak rela tulisan saya yang sejelas ini tidak dimengerti..

Ada yang mau menolong saya? Tolong ubah tiap huruf yang saya tulis ini menjadi tinta dan masukkan ke pena kalian, karena saya sendiri tidak mengerti ocehan apa ini dan kenapa saya punya fikiran untuk menulisnya.. Ada yang bersedia menolong saya? Tidak? Ah, kalian memang jahat.. Atau ada? Ya, saya memang orang yang beruntung..

"Pandai-pandailah bersyukur, jangan mau enak terus"

Simphony empat musim



Semi..
Awan mulai ingat lagi untuk menghujan air.. Kelopak bunga bergetar, mengusir salju kemarin, mengusik putih kemarin untuk menghijau.. Ia terbuka, mereka terbuka.. Memanggil lebah terpanggil.. Hey, mentari kembali menyapa ramah, siapa yang tak bahagia kala mimpi akan menjadi nyata?

Panas..
Awan mulai tidur lagi, menyingkir hilang dari hidung mentari.. Mentari telanjang, memamerkan sengat lewat udara.. Topi-topi kain beludru dihempas angin yang terlalu diburu waktu untuk meniup nada sama ke kuping mereka, empat pasang kuping di padang rumput yang bercengkrama dengan riang akan terkabulnya panjat doa tentang hari yang cerah untuk berpiknik.. Dua pasang.. Yang satu lagi mengejar topi, yang satu lagi menggoda kupu..

Gugur..
Hutan berganti lantai, hijau menjadi jingga.. Atapnya turut berganti, hijau menjadi transparan.. Mentari berbusana awan lagi, mungkin malu setelah kemarin telanjang.. Sengatnya mulai hilang, namun tetap menusuk awan agar ia tak lagi lupa untuk sesekali mengguyur hutan yang kini tanpa atap.. Entah karena guyur itu atau karena mentari yang berbusana, atau mungkin karena keduanya, seluruh hutan beranjak jingga.. Ranggas mengganti panas..

Dingin..
Mentari hibernasi, dunia hibernasi.. Lantai jingga berubah putih.. Nada melankolis melantun menghangatkan jiwa kedinginan.. Awan, entah kerasukan apa, menyembur titik-titik mozaik putih yang kemudian menyatu menutup seluruh.. Bukan, bukan air.. Air tak lagi pasti eksistensinya, mereka tidur dan bersatu solid dalam beku..Tak ada jingga, tak ada hijau, tak ada warna selain putih.. Mungkin indah, mungkin syahdu, mungkin gelap, pasti dingin.. Mimpi itu datang lagi, karena waktu ini memang selalu ada untuk meramu mimpi sebelum putih kembali hijau.. Sebelum mimpi kembali nyata..

Seimbang

Malam berbisik, siang berisik.. Apalah arti suara jika kau tak mengerti apa.. Senja memerah subuh merekah.. Apalah makna pandang jika kau tak mengenal siapa..

Guntur itu gelegar lagi, tetap ia singgah menoreh bising yang sama.. Kosong sepi.. Apa sudah kau merenung, pikir pada diri, seribut apa yang mereka tuliwan dan tuliwati dengar pada getaran mahadahsyat suara guntur?

Pelangi itu ada lagi, masih ia datang menggores lengkung yang sama.. Hitam putih.. Apa sempat sekalipun kau bergumam, tanya pada diri, berapa warna yang mereka para butawan dan butawati lihat pada 7 ruas pelangi? 

Baik buruk bukan untuk dikutuk.. Kasihan, mereka mestinya disyukuri.. Pahamkah kau, sakit beribu pahit rasanya menjadi baik namun ditampik.. Sadarkah, itu lebih menyedihkan daripada memang kau berniat jahat sangat jahat.. 

Sudah cacat patutlah tetap memanjatkan kasih karena telah terima.. Tiada kain tak bernoktah, sama iramanya dengan retak yang selalu ada pada gading.. 

Angkuh itu tidak perlu, buang saja jauh-jauh, sampai hilang sudah terbuang.. Tiada Tuhan mencipta makhluk sempurna.. Semua punya cacat, pun semua punya bakat.. 

Perlukah sombong mendengar guntur? Tidak, karena mereka yang tak mampu mendengar dapat melihat guntur.. Perlukah sesumbar melihat pelangi? Tidak, karena mereka yang tak kuasa melihat bisa mendengar pelangi.. Kau bisa, mereka tidak.. Mereka mampu, kau tidak.. Semua seimbang dalam kuasaNya..

Minggu, 15 April 2012

3 Naga Sastra

Ada 3 naga yang selalu bersemayam di dalam tubuh setiap sastrawan.. Nah, 3 naga ini yang menjadi ideologi dan menjadi cikal bakal gaya menulis sang sastrawan.. Gue akan coba menjabarkan karakteristik mereka.. Here goes!!


1. Naga Liar

Naga liar ini gue banget haha.. Oke, penjelasannya gini, para sastrawan yang memelihara naga liar punya hasrat menggebu-gebu dalam menumpahkan isi otak sastra mereka.. Bahasa mereka kadang gak terkendali, dan sering kali kata-kata mereka kuat, nakal, bahkan kadang terkesan jahat.. Tapi di balik itu, pemelihara naga liar biasanya kritis, peka, dan jujur dalam bersastra.. Mereka kurang mikirin diksi, tapi diksi mereka gak tau kenapa, menurut gue, oke banget!! :D


2. Naga jinak

Naga jinak ya kebalikan dari naga liar, udah gitu aja, next!!
................................................
................................................
Gak jadi next haha.. Oke jadi emang bener naga jinak ini kebalikannya naga liar.. Tiap sastrawan yang punya naga jenis ini lebih halus walaupun sastra mereka menggambarkan kekasaran, karena mereka peduli diksi dan komposisi.. Rima dalam tulisan mereka udah kayak makanan wajib buat si naga.. Karakter tulisan mereka kuat dan susah ditembus buat ngerti makna sebenernya, karena sastra mereka sangat amat puitis.. Intinya, sastrawan yang punya naga jinak juga mampu ngejinakin tiap kata-kata jadi komposisi sastra yang luar biasa keren!!


3. Naga jinak yang liar

Ini naga ideal menurut gue.. Naga manapun bisa berubah jadi naga macem ini.. Bedanya, kalo dasarnya liar, nantinya setelah menjinak, kesan "kasar"-nya bakal dalem banget, dan sebaliknya, kalo dasarnya jinak, setelah menjadi liar, dia akan tetep ngejaga sastra sejinak mungkin.. Sastrawan yang (udah) punya naga macem ini punya tulisan-tulisan yang kuat dari segi diksi dan komposisi, tapi masih bisa melanglangbuana liar di tiap kepala orang-orang penikmat sastra..  Gak monoton, dia dinamis, gak bosenin, dia menyenangkan, gak diam di tempat, dia terbang ke angkasa.. Naga ini menurut gue adalah pencapaian tertinggi dari tiap sastrawan yang bener-bener niat menjajal dunia sastra..

Nah, itu deskripsi 3 naga sastra yang paling umum yang pernah gue temenin.. Kenapa naga? Karena naga itu adalah hewan mitos paling keren buat gue!! Apa hubungannya?? Well, sastra dan naga sama-sama keren di mata gue dengan caranya sendiri-sendiri.. :D

See you my friends!! :D